Oleh: Puadi, S.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan
yang berkualitas adalah satu cara untuk menghasilkan manusia yang berkualitas
yang dapat menentukan maju mundurnya suatu negara. Menurut Undang–Undang
SIKDINAS No 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian
tersebut dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan aktivitas yang
diharapkan dapat menghasilkan manusia–manusia
yang berkualitas yang berguna bagi kehidupan manusia, bangsa, dan negara.
Guru
merupakan komponen pendidikan yang utama dan potensial dalam usaha menghasilkan
manusia yang berkualitas serta meningkatkan kualitas pendidikan, karena guru
adalah ujung tombak pelaksanaan pendidikan yang memegang peranan penting dalam
menciptakan proses belajar mengajar yang sedemikian rupa. Peranan guru dalam
proses belajar mengajar adalah sebagai informator, organisator, motivator,
fasilitator, mediator, inisiator, dan evaluator bagi siswa, sehingga siswa
dapat mencapai tujuan pendidikan secara maksimal. Dengan demikian guru
merupakan kunci utama yang berperan dalam mengembangkan kualitas individu
menjadi warga negara yang memahami ilmu dan teknologi.
Memperhatikan
peranan guru yang begitu penting dalam peningkatan mutu pendidikan, maka
dibutuhkan guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tinggi serta tanggung jawab
yang besar, yang dapat dilihat dari loyalitasnya terhadap tugas, menyenangi
pekerjaan dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Didalam
menjalankan peranannya guru memiliki tanggung jawab untuk membawa para siswa pada
kematangan tertentu yang dilaksanakan pada proses pembelajaran.
Proses pembelajaran adalah aktifitas
belajar yang dilaksanakan oleh peserta diklat dan mengajar dilaksanakan oleh
guru (pendidik). Chatlijah (1994) menyatakan “Belajar adalah suatu aktifitas
mental dan psikis yang yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai
sikap “selain itu mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi (mengatur)
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta diklat sehingga
terjadi interaksi. Baik atau buruknya suatu proses pembelajaran menyangkut tiga
hal yakni:
1.
Prilaku, persyaratan,
kualifikasi, fungsi dan tugas yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh guru (pendidik).
2.
Minat, bakat, karakter serta
masalah-masalah yang dihadapi peserta diklat yang wajib diperhatikan oleh guru
(pendidik).
3.
Tujuan pembelajaran, bahan,
metode, media, dan evaluasi serta rencana pembelajaran yang harus dirumuskan
atau disusun dan dilaksanakan oleh setiap guru (pendidik).
Begitu pentingnya keaktifan peserta
diklat dalam mencapai tujuan pendidikan dan proses pembelajaran yang telah
ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari uraian di atas bahwa proses pembelajaran
berkaitan erat dengan guru (pendidik), peserta diklat dan kurikulum yang telah
ditetapkan. Selama proses pembelajaran berlangsung interaksi antara guru
(pengajar) dengan peserta diklat harus dapat diciptakan kondisi kelas
semaksimal mungkin agar tujuan yang diinginkan dapat terlaksana.
Didalam pelaksanaan proses
pembelajaran, peserta diklat yang melakukan proses pembelajaran tersebut banyak
mengalami kesulitan serta mengalami berbagai macam masalah yang dihadapinya.
Hal ini terjadi karena adanya hal-hal serta kondisi yang memaksa peserta diklat
tersebut tidak termotivasi demi perkembangan sikap dan kepribadiannya dalam
proses pembelajaran. Dimana faktor penyebab dari permasalahan di atas bisa
timbul baik dari dalam diri peserta diklat maupun dari luar diri peserta
diklat. Dimana, faktor yang berasal dari dalam diri peserta diklat tersebut
yang berkaitan diantaranya pribadi peserta diklat secara psikologi, adanya
tingkah laku yang disebabkan oleh faktor keturunan atau potensi-potensi dari organisme
serta pengalaman belajar yang pernah dilalui sebelumnya. Selanjutnya, faktor
yang berasal dari luar diri peserta diklat bisa disebabkan oleh lingkungan yang
kurang kondusif, suasana dan situasi kelas, alat dan media pendidikan yang
tidak mendukung, dan sebagainya.
Berdasarkan pengamatan yang penulis
lakukan selama melaksanakan Program Pengalaman Lapangan Kependidikan (PPLK) di
SMKN 2 Payakumbuh, khususnya Kelas X TPTL2 pada mata mata pelajaran Menguasai Alat
Ukur Listrik dan Elektronika bahwa peserta diklat kurang memiliki motivasi, baik
pada teori maupun praktek. Adapun gejala-gejala yang penulis temukan dapat
dilihat dari indikasi-indikasi berikut ini:
1.
Sebagian peserta diklat
menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru (pendidik) dikerjakan di kelas
pada saat akan dikumpul.
2.
Apabila diberi tugas, peserta
diklat tidak mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya dengan baik serta tidak
diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
3.
Hanya sebagian dari peserta
diklat menyerahkan tugas tepat pada waktunya.
4.
Kurangnya minat peserta diklat
terhadap materi yang disajikan.
5.
Peserta diklat tidak memberikan
umpan balik dari materi yang telah disajikan oleh guru (pendidik).
6.
Peserta diklat sering membuat
keributan sehingga kondisi kelas kurang kondusif.
7.
Peserta diklat sering minta
izin keluar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
8.
Peserta diklat sering minta
pulang lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan.
9.
Kurangnya motivasi siswa dalam
belajar dan hanya mengharapkan mendapat bantuan dari rekan-rekannya atau cukup
dengan nilai pas-pasan (asal lulus).
Dari pengamatan di atas, timbul
suatu pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan di atas, maka pada penulisan studi kasus ini penulis sengaja
menggangkat permasalah dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh Pada Mata Pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik
dan Elektronika”.
B.
Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.
Faktor motivasi merupakan
penyebab dari menurunnya keberhasilan siswa dalam belajar Menguasai Alat Ukur
Listrik dan Elektronika
2.
Faktor ketersedianan alat mempengaruhi
kelancaran dan keberlangsungan proses belajar mengajar terutam dalam praktek
3.
Lingkungan belajar merupakan
penyebab menurunnya kosentrasi dan keseriusan peserta didik dalam belajar
sehingga mempengaruhi hasil belajar peserta didik dalam belajar Menguasai Alat Ukur Listrik dan
Elektronika
C.
Pembatasan Masalah
Mengingat
banyaknya faktor yang menyebabkan hasil belajar kurang baik yang telah
diungkapkan dalam identifikasi masalah dan agar penulisan studi kasus ini lebih
terarah, maka penulis membatasi permasalah yang akan dibahas hanya pada Peningkatan
Hasil Belajar Siswa dengan Memberikan Motivasi Belajar di Kelas X TPTL2 Pada Mata Pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik
dan Elektronika
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sejauhmana
motivasi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh
pada mata pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika.
E.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan dari studi kasus ini dalah untuk mengetahui sejauhmana motivasi
dapat memperngaruhi hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh pada mata
pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika.
F.
Kegunaan Penulisan
Kegunaan dari penulisan studi kasus ini adalah sebagai
berikut:
1.
Sebagai bekal ilmu pengetahuan
bagi penulis.
2.
Sebagai salah satu perlengkapan
bahan laporan pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan Kependidikan
3.
Sebagai bahan masukan bagi guru
mata diklat produktif agar bisa memotivasi peserta diklat dalam kegiatan
pembelajaran sehingga terjadi interaksi antara guru dengan peserta diklat
4.
Peserta didik termotivasi dalam
belajar
5.
Sebagai bahan masukan bagi
pihak sekolah agar lebih memperhatikan faktor pengembangan motivasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Motivasi Belajar
Istilah motivasi
sering disamakan artinya dengan motif yang berarti kemampuan individu yang
mendasari setiap lingkungannya, sehingga dapat dikatakan motivasi merupakan
faktor penentu yang akan mendorong dan mengarahkan perilaku individu. Istilah
motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang berarti bergerak
atau menggerakkan sedangkan motif` adalah titik tolak.
Motivasi dalam
belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakkann peserta didik
untuk belajar, tetapi sebagai suatu yang mengarahkan efektifitas peserta didik
kepada tujuan belajar.
Menurut Elida Prayitno
(1989) mengatakan bahwa “motivasi sebagai suatu energi penggerak, penyearah
dan memperkuat tingkah laku” keterlibatan dan aktifitas yang tinggi dalam
belajar peserta didik, baru akan mencapai kepuasan kalau ia dapat memecahkan
masalah belajar yang dihadapinya.
Kegiatan belajar
sering berlangsung dalam keadaan tidak didasari oleh motivasi intrinsic, tidak
timbulnya motivasi intrinsik dapat pula disebabkan pula oleh ketidak matangan intelaktual,emosional
dan sosial siswa. Oleh karena itu, untuk membangun motivasi intrinsic dalam
belajar, kematangan intelektual, emosional dan social perlu diperhatikan.
Motivasi yang
keberadaannya karena pengaruh rangsangan dari luar bukan merupakan perasaan
atau keinginan yang sebenarnya ada dalam diri masing-masing peserta didik untuk
belajar. Rumusan yang lebih baru menegaskan bahwa motivasi dinamakan demikian
karena tujuan utama individu melakukan kegiatan adalah untuk mencapai tujuan
yang teletak di luar aktifitas belajar itu sendiri, atau mendapat ijazah dan
untuk memenuhi perintah guru. Di dalam belajar peserta didik yang didorong
motivasi ekstrinsik selalu mengharapkan persetujuan guru untuk meyakinkan
dirinya bahwa apa yang sedang atau yang dikerjakan itu benar.
Menurut peneliti
Phil Louter (1988) di dalam kelas banyak sekali peserta didik yang dorongan
belajarnya adalah motivasi ekstrinsik, mereka memerlukan perhatian dan
pengarahan yang khusus dari guru. Seringkali jika mereka tidak menerima umpan
balik yang baik berkenaan dengan hasil pekerjaan mereka dan tidak diberikan
tepat pada waktunya, maka kerja mereka akan lamban. Phil menegaskan bahwa
peserta didik seperti ini tergantung pada keharusan-keharusan yang oleh guru
untuk mendorong mereka dalam belajar
atau mengerjakan tugas-tugas.
Sebagai bukti bahwa
motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsic, dapat kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang menjadi beminat dan ingin melakukan
sesuat atas kehendak sendiri, namun sebenarnya pada mulanya disebabkan oleh
adanya penguatan dari luar, misalnya seseorang yang senang membaca atau bermain
piano, karena sebelumnya didalam perkembangannya ia telah mendapatkan pujian
atau perasaan disetujui oleh kedua orang tuanya yang merupakan penguatan
tingkah laku membaca atau bermain piano tersebut. Di samping itu perlu pula
diingat bahwa motivasi ekstrinsik dapat melemahkan motivasi intrinsik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar siswa menurut Mudjiono (2002:97) adalah:
1.
Guru
Guru yang melaksanakan tugas
pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi motivasi siswa didiknya melalui
pemberian contoh dan sikap guru dalam belajar.
2.
Siswa
Faktor yang ada pada diri siswa itu
sendiri adalah kemampuan intelegensi, bakat khusus dan keluarga.
Kemudian menurut Hakim (2000:31)
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar terdiri dari 2:
a.
Secara intrinsik adalah
dorongan yang timbul dari dalam diri yaitu diri siswa itu sendiri
b.
Secara ekstrinsik adalah
dorongan yang timbul dari luar diri siswa yaitu dorongan dari guru, orang tua,
teman sebaya (kelompok sebaya) dan lain-lain.
Grillerman dalam Zulkasli (2004:16)
berpendapat bahwa motivasi berprestasi membuat orang cenderung menuntut dirinya
berusaha lebih keras . Orang seperti ini akan berusaha bekerja dengan baik,
maka siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terdorong menjadi
lebih baik dalam belajar.
Salah satu psikologis manusia adalah
berjuang untuk mencapai standar terbaik untuk kesuksesan ini lah yang disebut
dengan motivasi berprestasi. Sementara Mc Clelland dalam Diniaty (2001:24)
mengatakan bahwa motivasi berprestasi sebagai suatu kebutuhan merupakan
dorongan untuk berbuat sesuatu secara baik bukan karena ingin terkenal atau
mendapatkan prestise tetapi untuk mencapai keberhasilan diri, sukses dalam
kompetisi dengan standar terbaik.
Selanjutnya Heckhausen dalam Harditono
(1979:17) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai hasil interaksi antara
motif spesifik seseorang dan lingkungan dalam persaingan dengan standar yang
terbaik. Kemudian Heckhausen menekankan motivasi berprestasi sebagai suatu
perjuangan meningkatkan setinggi mungkin kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam segala aktivitas dengan standar terbaik, yang hasilnya bisa sukses atau
gagal.
Adapun standar terbaik yang dicapai
pada masing-masing motivasi berprestasi berbeda-beda. Heckhausen dalam
Harditono (1979:17) membedakan atas tiga bentuk, yaitu standar terbaik dalam
penyelesaian tugas, membandingkan diri sendiri dan membandingkan dengan
prestasi orang lain seperti dalam perlombaan. Tiga aspek tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain.
Pada dasarnya setiap orang memiliki
motivasi berprestasi. Begitu juga dengan siswa yang mengikuti proses belajar di
Sekolah. Dalam belajar siswa bertingkah laku ingin lebih baik sebagaimana ia
dinilai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Segala kegiatan belajar yang
diikuti siswa di Sekolah menuntutnya harus mengerjakan dengan sebaik-baiknya
karena ada penilaian yang diberikan guru sebagai hasil belajarnya berupa angka.
Menurut Sardiman (1990:81) ciri-ciri
siswa yang memiliki motivasi belajar adalah:
a.
Tekun menghadapi tugas-tugas
yang diberikan
b.
Ulet dalam mengatasi kesulitan
(tidak cepat putus asa)
c.
Menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah
d.
Lebih senang bekerja sendiri
e.
Tidak cepat bosan pada
tugas-tugas rutin
f.
Dapat mempertahankan
pendapatnya
Kemudian menurut Abu dan Widodo
(1990:64) ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar adalah:
a.
Mempunyai kepercayaan diri yang
tinggi
b.
Keinginan semangat belajar yang
tinggi
c.
Tidak membuang-buang waktu
d.
Memperhitungkan peluang dan
resiko secara cermat
e.
Mempunyai sikap yang
berorientasi
f.
Akan bekerja dengan giat
apabila diberikan umpan balik
g.
Memiliki rasa tanggung jawab
atas tugas-tugas yang diberikan
Secara umum karakteristik siswa yang
bermotivasi belajar tinggi dalam belajar yang telah dikemukakan para ahli di
atas memiliki Persamaan. Siswa bermotivasi berprestasi dalam belajar selalu
berorientasi tugas dan masa depan, mempunyai keinginan yang kuat, untuk
bertanggung jawab menyelesaikan tugas belajar, tidak suka membuang-buang waktu,
senang mengerjakan tugas belajar pada tingkat kesulitan menengah kegiatan untuk
mendapatkan balikan atau penilaian terhadap tugas-tugas belajar yang
dikerjakannya Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung
melaksanakan belajar semaksimal mungkin untuk meraih prestasi tinggi.
B. Upaya Menimbulkan Motivasi
Ada beberapa cara
atau upaya yang sering digunakan guru untuk merangsang motivasi belajar peserta
didik dalam belajar yang merupakan dorongan. Sehubungan dengan pemeliharaan dan
peningkatan motivasi siswa, menurut DeCecco & Grawford (1974) mengajukan 4
fungsi pengajar, yaitu:
1. Belajar dapat menggairahkan siswa
Untuk
meningkatkan kegairahan siswa, guru
harus mempunyai pengetahuan yang cukup untuk membimbing siswanya agar siswa
mempunyai motivasi untuk belajar.
2. Memberikan harapan realistis
Guru harus
memelihara harapan-harapan yang realistis, dan memodifikasi harapan yang kurang
atau tidak realistis.
3. Memberikan Insentif
Bila siswa mengalami
keberhasilan, pengajar memberikan pujian pada siswa atas keberhasilannya,
sehingga siwa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai
tujuan-tujuan pengajaran.
4. Mengarahkan
Pengajar harus
mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukkan pada siswa hal-hal yang
baik dilakukan.
Belajar sesuai
dengan kecakapan diri, cara sendiri dan sifat-sifat yang lain yang bermanfaat
untuk mencapai tujuan belajar/untuk belajar yang lain pada umumnya.
C.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses
aktifitas. Setiap individu akan mengalami proses perubahan tingkah laku bila
dilaksanakan kegiatan belajar. Perubahan tingkah laku ini relatif permanen dan
terjadi akibat latihan dan pengalaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar
Hamalik (1989:21) bahwa “belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan
dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru
berkat pengalaman dan latihan”.
Belajar merupakan proses dasar dari
perkembangan hidup manusia. Dengan
belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu. Sehingga
tingkah lakunya berkembang. Suatu aktifitas dan prestasi hidup manusia tidak
lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar
adalah proses dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara
aktif dan integratife dengan menggunakan berbagai bentuk kegiatan untuk
mencapai suatu tujuan.
D.
Aktifitas dan
Jenis-Jenis Aktifitas Belajar
Aktifitas belajar adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh peserta diklat dan guru dalam rangka proses
pembelajaran yang mana keaktifan dilakukan oleh kedua belah pihak. Peserta
diklat yang aktif terlihat dari tingkat keikutsertaannya dalam proses pembelajaran.
Apakah itu memperhatikan, mencatat, dan lain sebagainya. Guru yang aktif
terlihat dari tingkat penguasaan lokal, penguasaan metode pembelajaran dan lain
sebagainya yang nantinya keaktifan guru bisa mengaktifkan peserta diklatnya.
Adapun jenis-jenis aktifitas belajar itu dapat kita jabarkan sebagai berikut:
1.
Visual Aktifities
Kegiatan yang dilakukan oleh peserta
diklat dengan melihat langsung akan kegiatan pembelajaran. Diharapkan peserta
diklat bukan saja melihat langsung tapi memperhatikan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru.
2.
Oral Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat
dengan berbicara, diharapkan peserta diklat dapat aktif bertanya akan materi
yang belum dikuasainya dan juga mau menyampaikan pengetahuan yang dikuasainya
yang berkaitan dengan materi pelajaran.
3.
Listening Aktifiteis
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat
dengan mendengarkan perkataan/materi dari guru yang mengajar. Dengan
mendengarkan, diharapkan peserta diklat dapat mengembangkan penguasaannya akan
materi dan juga dapat menangkap materi yang disampaikan guru.
4.
Writing Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat
dengan menulis, apakah mencatat materi pelajaran, membuat tugas dan menulis
kesimpulan dan lain-lain. Dengan menulis diharapkan peserta diklat mampu
memiliki pegangan akan materi yang telah berlalu, sehingga dapat digunakan lagi
untuk dibaca nantinya.
5.
Reading Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat
dengan membaca, apakah itu membaca buku catatan, buku sumber dan bahan-bahan
lain yang memiliki hubungan dengan materi pelajaran.
6.
Emosional Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang
berhubungan dengan emosional atau sifat. Peserta diklat yang emosionalnya
tinggi akan berusaha untuk menguasai materi dengan berbagai cara, sedangkan
yang emosionalnya rendah akan cenderung menerima apa adanya saja.
7.
Motor Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang dilakukan
dengan bergerak, peserta diklat yang motor aktifitiesnya tinggi akan melakukan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk menguasai materi sedangkan peserta
diklat yang motor aktifitiesnya rendah cenderung untuk berdiam diri saja.
8.
Drawing Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang dilakukan
dengan menggambar, khusus untuk materi yang berkaitan dengan gambar.
9.
Mental Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang
berhubungan dengan mental, peserta diklat yang mentalnya tinggi tidak akan
cepat menyerah akan kegagalan yang dihadapinya dan juga tidak akan cepat
menyerah akan kendala yang ditemuinya selama proses pembelajaran.
E.
Metode-Metode Mengajar
Untuk membangkitkan dan meningkatkan
keaktifan peserta diklat sangat perlu diperhatikan metode pengajaran yang
diterapkan oleh guru. Keragaman peserta diklat dalam suatu kelas menuntut guru
untuk tidak terlalu kaku dengan metode yang dipakai. Untuk itu guru harus mampu
menguasai lebih dari satu metode pengajaran sehingga nantinya guru mampu
merubah dan menyesuaikan metode pelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi
yang dihadapi. Adapun metode-metode mengajar yang perlu dikuasai guru adalah
antara lain:
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah menuntut guru harus
mampu berbicara dengan baik dan jelas sehingga peserta diklat mampu menangkap
materi yang disampaikan dengan baik.
2.
Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah metode untuk
mengetahui tingkat pemahaman peserta diklat. Setelah materi disampaikan
diharapkan guru bertanya kepada peserta diklat atau memberikan kesempatan
kepada peserta diklat untuk bertanya tentang materi yang baru disampaikan.
3.
Metode Diskusi
Dalam metode diskusi
ini guru berusaha untuk memancing peserta diklat mengeluarkan atau menyampaikan
pengetahuan atau pendapat yang dimiliki baik secara kelompok ataupun secara
pribadi tentang materi pelajaran yang dipelajari. Pada metode ini guru hanya berperan
sebagai pengelola atau fasilitator sedangkan kesimpulan diserahkan kepada
peserta diklat.
4.
Metode Demonstrasi dan
Eksperimen
Dalam metode ini guru dituntut untuk
mendemonstrasikan atau mempraktekkan materi yang dirasakan perlu, dan nantinya
peserta diklat juga diminta untuk melakukan praktek yang sama.
5.
Metode Pemberian Tugas
Pada metode
ini guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh peserta diklat. Dengan
memberikan tugas diharapkan peserta diklat tidak hanya menerima dari guru
tetapi juga berusaha belajar mandiri.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masalah
Masalah adalah suatu kendala yang
menghambat tercapainya tujuan yang diinginkan atau dengan kata lain masalah
adalah perbedaan antara keinginan dengan kenyataan. Masalah akan sering kita
jumpai dan harus dihadapi. Untuk itu guru (pendidik) harus benar-benar
memperhatikan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baku biasanya
menemuikan banyak permasalahan. Dimana permasalahan-permasalahan tersebut harus
dianalisis oleh guru (pendidik) dan dilakukan penanggulangannya atau alternatif
pemecahan permasalahan. Sehingga dengan demikian tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
B.
Metode Mengungkapkan
Masalah
Adapun metode yang penulis gunakan
untuk mengungkapkan permasalahan Belajar Peserta Diklat Kelas X TPTL2 SMKN 2
Payakumbuh pada mata pelajaran menguasai alat ukur listrik dan elektronika
antara lain:
1.
Observasi atau Pengamatan
Langsung
Didalam proses
pembelajaran, penulis selalu berusaha untuk mengamati proses yang terjadi.
Selain itu, penulis juga berusaha menemukan permasalahan atau kendala-kendala
yang sering dihadapi oleh peserta diklat.
2.
Melalui Wawancara
Setelah proses
pembelajaran, penulis juga melakukan pendekatan pada peserta diklat baik secara
individu ataupun secara berkelompok. Hal ini penulis lakukan untuk mengetahui
proses pembelajaran yang telah berlangsung serta permasalahan-permasalahan yang
dirasakan. Dari wawancara tersebut penulis memperoleh suatu gambaran atau
informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta diklat tersebut.
C.
Faktor-Faktor Penyebab
Timbulnya Masalah Serta Akibatnya
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara yang telah penulis lakukan dengan peserta diklat maka dapat
dirumuskan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah, yakni:
1.
Sarana dan prasarana yang
tersedia belum memungkinkan peserta diklat belajar dengan maksimal
Rendahnya motivasi
belajar peserta diklat terutama dalam melakukan praktikum. Hal ini disebabkan karena
peralatan yang tersedia belum memungkinkan peserta diklat untuk melakukan
praktikum semaksimal mungkin sehingga peserta diklat kurang serius serta
didalam melakukan kegiatan praktikum banyak yang bermain-main. Selain itu,
kurang berfungsinya alat praktek di labor yang mungkin disebabkan karena adanya
kerusakan pada alat tersebut seperti faktor usia atau kesalahan pemakaian (Human
Error) sehingga alat praktek tersebut menjadi tidak efektif lagi untuk digunakan di dalam praktikum. Hal
ini akan menyebabkan peserta diklat enggan atau malas untuk praktikum.
Kekurangan sarana dan prasarana di dalam kegiatan praktikum memungkinkan
peserta diklat untuk banyak bermain disaat kegiatan praktikum.
2.
Jarangnya peserta diklat yang
memiliki buku sumber
Buku sumber adalah
bahan informasi yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap peserta diklat
yang akan digunakan sebagai bahan penunjang di dalam proses pembelajaran.
Dengan tidak adanya peserta diklat yang memiliki literatur atau buku sumber
maka pengajaran hanya terpusat pada apa yang diajarkan oleh guru (pendidik) dan
peserta diklat pun akan merasa kesulitan di dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang diberikan oleh guru (pendidik).
3.
Kebiasaan peserta diklat yang
sering berbicara di lokal pada saat proses pembelajaran
Salah satu yang
menjadi penyebab rendahnya motivasi peserta diklat dalam proses pembelajaran di
kelas ditandai dengan kebiasaan peserta diklat yang sering berbicara dengan
peserta diklat yang lain di dalam proses pembelajaran sewaktu guru (pendidik) /
penulis menerangkan. Hal ini akan dapat menyebabkan suasana kelas tidak
kondusif sehingga materi yang disampaikan tidak akan terserap dengan baik oleh
peserta didik yang bersangkutan. Keadaan ini terjadi karena:
a.
Peserta diklat tersebut menganggap
enteng materi yang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis.
b.
Tidak adanya keinginan untuk
belajar dari peserta diklat tersebut.
c.
Terpengaruhnya peserta diklat
tersebut terhadap peserta diklat yang lain.
d.
Disisi lain kemungkinan guru
(pendidik) kurang menguasai materi yang disampaikan.
4.
Rendahnya minat baca dari
peserta diklat
Rendahnya motivasi
peserta diklat untuk belajar yang juga menyebabkan penurunan keaktifan peserta
diklat adalah minat baca peserta diklat yang kurang. Hal ini diketahui setelah
penulis menanyakan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya, dan banyak
dari peserta diklat yang tidak bisa menjawab pertanyaan dikarenakan peserta
diklat tersebut tidak mengulangi kembali atau membaca kembali materi pelajaran
yang telah diberikan baik di rumah maupun di sekolah. Keadaan seperti hal
diatas mungkin terjadi karena:
a.
Peserta diklat tersebut
menganggap enteng materi yang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis.
b.
Tidak adanya keinginan untuk
belajar dari peserta diklat tersebut.
c.
Terpengaruhnya peserta diklat
tersebut terhadap peserta diklat yang lain.
d.
Disisi lain kemungkinan guru (pendidik) kurang
menguasai materi yang disampaikan.
5.
Kebiasaan peserta diklat keluar
masuk sewaktu proses pembelajaran
Penyebab masalah
yang lainnya yakni kebiasaan peserta diklat yang keluar masuk sewaktu proses
pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya
konsentrasi guru (pengajar) / penulis dalam mengajar atau memberikan materi dan
juga peserta diklat yang lain didalam mengikuti pelajaran yang sedang diajarkan
oleh guru (pendidik) serta dapat berpengaruh terhadap peserta diklat yang lain
untuk keluar. Dari permasalahan diatas, mungkin disebabkan oleh:
a.
Peserta diklat tersebut ingin
kebelakang (buang air)
b.
Peserta diklat tersebut
kekantin karena ingin makan, hal ini dikarenakan peserta diklat tersebut belum
sempat untuk sarapan pagi.
c.
Peserta diklat tersebut tidak
suka dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis atau
tidak punya keinginan untuk belajar.
d.
Peserta diklat tersebut ingin
bermain-main di luar.
e.
Peserta diklat tersebut pergi
untuk mengumpulkan tugas-tugas yang belum dikumpulkan pada kompetensi yang
lain.
6. Saat diberikan tugas mandiri (mengerjaka soal
latihan didepan kelas) untuk peserta didik yang kurang mampu, mereka menunggu
jawaban dari rekan-rekannya
D.
Pemecahan Masalah
Ada beberapa upaya
atau cara yang sering digunakan guru (pendidik) untuk merangsang motivasi
peserta diklat dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah memberikan
penghargaan, persaingan atau kompetisi, hadiah dan hukuman, serta pemberitahuan
tentang kemajuan peserta diklat. Namun pada pembahasan studi kasus ini terdapat
beberapa cara yang akan penulis tempuh untuk meningkatkan motivasi yang akan
mendorong peserta diklat didalam proses pembelajaran. Adapaun cara-cara penulis
tempuh antara lain:
1.
Memberikan pengarahan kepada
peserta diklat tentang keadaan saat ini yang menyebabkan kurangnya perlengkapan
untuk praktikum/teori sehingga dengan demikian diharapkan bahwa peserta diklat
tidak berpikiran negatif terhadap sekolah.
2.
Memberikan pengarahan kepada
peserta diklat tentang cara-cara penggunaan peralatan praktikum yang benar,
sehingga kemungkinan rusaknya peralatan atau perlengkapan tersebut dapat
dicegah.
3.
Memberikan jobsheet dengan cara
mempraktekkan jobsheet tersebut. Mewajibkan kepada peserta diklat untuk
mempunyai buku pegangan dalam proses pembelajaran, kalaupun tidak bisa membeli
disarankan untuk mengkopi punya teman atau guru yang bersangkutan disamping
untuk meningkatkan minat baca peserta diklat.
4.
Memberikan tes atau kuis
sebelum kompetensi dimulai sehingga peserta diklat mau membaca dan belajar
dirumah, memberikan pengarahan kepada peserta diklat akan pentingnya membaca
dan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan membaca tersebut.
5.
Memberikan tugas atau pekerjaan
rumah (PR).
6.
Memberikan teguran kepada
peserta diklat yang suka ribut di kelas, apabila tidak mengindahkan peringatan
yang diberikan sampai tiga kali peserta diklat tersebut disuruh belajar di luar.
7.
Peserta diklat tidak
diperbolehkan keluar kelas sewaktu proses pembelajaran berlangsung, mengatur
peserta diklat keluar masuk kelas dengan cara bergantian.
8.
Memberikan teguran kepada
peserta diklat yang sering keluar masuk kelas sewaktu proses pembelajaran
berlangsung.
9. Melakukan pengamatan dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan disela-sela penyampaian materi sehingga dapat diketahui peserta didik yang belum
menguasai materi. Bagi peserta
tersebut diberikan bimbingan belajar khusus.
Dari solusi yang diberikan penulis kepada
peserta diklat yang bermasalah tersebut, mungkin akan bisa membantu peserta
diklat agar termotivasi lebih baik dalam belajar nantinya sehingga proses dan
tujuan dari program diklat dapat tercapai.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian laporan
studi kasus di atas, maka dapat penulis ambil kesimpulan yaitu:
1. Hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMK Negeri 2 Payakumbuh pada mata pelajaran Menguasai
Alat Ukur Listrik dan Elektronika meningkat dengan memberikan motivasi belajar,
dengan cara mengharuskan setiap siswa menguasai materi, pengamatan dan
bimbingan secara pribadi serta mengharuskan memiliki modul
2. Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik sangatlah
diperlukan sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat
diberikan pada kesempatan ini antara
lain, sebagai berikut :
1. Perlu diperhatikan motivasi belajar siswa dalam
melaksanakan proses belajar mengajar (PBM), sehingga mendapat nilai belajar
yang baik.
2.
Memberikan bimbingan dan arahan
kepada peserta diklat tersebut tentang pentingnya belajar dan dampak yang
ditimbulkan bila malas belajar.
3.
Guru (pendidik) harus bisa
melakukan berbagai cara atau pendekatan untuk penggulangan permasalahan yang
dialami oleh peserta diklat.
4.
Interaksi antara guru
(pendidik) dengan peserta didik lebih ditingkatkan lagi.
5.
Guru (pendidik) harus menguasai
materi yang akan diajarkan.
6.
Diharapkan kesediaan dari pihak
sekolah untuk dapat memperbaiki peralatan atau alat penunjang praktikum yang
rusak atau melengkapi peralatan di labor (bengkel).
7.
Meningkatkan disiplin sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Alipandie, I. (1984). Didaktik
Metodik Pengajaran Umum. Surabaya: Usaha Nasional.
Amin, Muhammad. 1988. Pedoman Laboratorium dan Petunjuk Pratikum. Jakarta:
P2LPTK.
Bahri, Syaiful. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. (1984). Diagnostik
Kesulitan Belajar dan Pengayaan Remedial. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mudjiono. (1992). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Partowisastro. (1986). Diagnostik dan Kesulitan Belajar.
Jakarta: Erlangga.
Roestiyah, NK. 1988. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 1995. Belajar
Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosda Jaya
Suparman, M. Atwi. (2001). Garis-Garis
Besar Program Pengajaran dan Satuan Acara Pengajaran (GBPP & SAP).
Jakarta Universitas terbuka.
Surakhmad, Winarno. (1986). Pengajar
Interaksi Mengajar Belajar. Edisi Ke Lima. Bandung: Tarsito.
MANTAP PAK... SUKSES SELALU
BalasHapus