Rabu, 06 Juni 2012

Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas
Oleh: Puadi, S.Pd



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang berkualitas adalah satu cara untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang dapat menentukan maju mundurnya suatu negara. Menurut Undang–Undang SIKDINAS No 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari pengertian tersebut dapat  dimengerti bahwa  pendidikan merupakan aktivitas yang diharapkan  dapat menghasilkan manusia–manusia yang berkualitas yang berguna bagi kehidupan manusia, bangsa, dan negara.
Guru merupakan komponen pendidikan yang utama dan potensial dalam usaha menghasilkan manusia yang berkualitas serta meningkatkan kualitas pendidikan, karena guru adalah ujung tombak pelaksanaan pendidikan yang memegang peranan penting dalam menciptakan proses belajar mengajar yang sedemikian rupa. Peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai informator, organisator, motivator, fasilitator, mediator, inisiator, dan evaluator bagi siswa, sehingga siswa dapat mencapai tujuan pendidikan secara maksimal. Dengan demikian guru merupakan kunci utama yang berperan dalam mengembangkan kualitas individu menjadi warga negara yang memahami ilmu dan teknologi.
Memperhatikan peranan guru yang begitu penting dalam peningkatan mutu pendidikan, maka dibutuhkan guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tinggi serta tanggung jawab yang besar, yang dapat dilihat dari loyalitasnya terhadap tugas, menyenangi pekerjaan dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Didalam menjalankan peranannya guru memiliki tanggung jawab untuk membawa para siswa pada kematangan tertentu yang dilaksanakan pada proses pembelajaran.
Proses pembelajaran adalah aktifitas belajar yang dilaksanakan oleh peserta diklat dan mengajar dilaksanakan oleh guru (pendidik). Chatlijah (1994) menyatakan “Belajar adalah suatu aktifitas mental dan psikis yang yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap “selain itu mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta diklat sehingga terjadi interaksi. Baik atau buruknya suatu proses pembelajaran menyangkut tiga hal yakni:
1.    Prilaku, persyaratan, kualifikasi, fungsi dan tugas yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh guru (pendidik).
2.    Minat, bakat, karakter serta masalah-masalah yang dihadapi peserta diklat yang wajib diperhatikan oleh guru (pendidik).
3.    Tujuan pembelajaran, bahan, metode, media, dan evaluasi serta rencana pembelajaran yang harus dirumuskan atau disusun dan dilaksanakan oleh setiap guru (pendidik).
Begitu pentingnya keaktifan peserta diklat dalam mencapai tujuan pendidikan dan proses pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari uraian di atas bahwa proses pembelajaran berkaitan erat dengan guru (pendidik), peserta diklat dan kurikulum yang telah ditetapkan. Selama proses pembelajaran berlangsung interaksi antara guru (pengajar) dengan peserta diklat harus dapat diciptakan kondisi kelas semaksimal mungkin agar tujuan yang diinginkan dapat terlaksana.
Didalam pelaksanaan proses pembelajaran, peserta diklat yang melakukan proses pembelajaran tersebut banyak mengalami kesulitan serta mengalami berbagai macam masalah yang dihadapinya. Hal ini terjadi karena adanya hal-hal serta kondisi yang memaksa peserta diklat tersebut tidak termotivasi demi perkembangan sikap dan kepribadiannya dalam proses pembelajaran. Dimana faktor penyebab dari permasalahan di atas bisa timbul baik dari dalam diri peserta diklat maupun dari luar diri peserta diklat. Dimana, faktor yang berasal dari dalam diri peserta diklat tersebut yang berkaitan diantaranya pribadi peserta diklat secara psikologi, adanya tingkah laku yang disebabkan oleh faktor keturunan atau potensi-potensi dari organisme serta pengalaman belajar yang pernah dilalui sebelumnya. Selanjutnya, faktor yang berasal dari luar diri peserta diklat bisa disebabkan oleh lingkungan yang kurang kondusif, suasana dan situasi kelas, alat dan media pendidikan yang tidak mendukung, dan sebagainya.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama melaksanakan Program Pengalaman Lapangan Kependidikan (PPLK) di SMKN 2 Payakumbuh, khususnya Kelas X TPTL2 pada mata mata pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika bahwa peserta diklat kurang memiliki motivasi, baik pada teori maupun praktek. Adapun gejala-gejala yang penulis temukan dapat dilihat dari indikasi-indikasi berikut ini: 
1.    Sebagian peserta diklat menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru (pendidik) dikerjakan di kelas pada saat akan dikumpul.
2.    Apabila diberi tugas, peserta diklat tidak mempunyai keinginan untuk menyelesaikannya dengan baik serta tidak diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
3.    Hanya sebagian dari peserta diklat menyerahkan tugas tepat pada waktunya.
4.    Kurangnya minat peserta diklat terhadap materi yang disajikan.
5.    Peserta diklat tidak memberikan umpan balik dari materi yang telah disajikan oleh guru (pendidik). 
6.    Peserta diklat sering membuat keributan sehingga kondisi kelas kurang kondusif.
7.    Peserta diklat sering minta izin keluar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
8.    Peserta diklat sering minta pulang lebih awal dari jadwal yang telah ditentukan.
9.    Kurangnya motivasi siswa dalam belajar dan hanya mengharapkan mendapat bantuan dari rekan-rekannya atau cukup dengan nilai pas-pasan (asal lulus).
Dari pengamatan di atas, timbul suatu pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka pada penulisan studi kasus ini penulis sengaja menggangkat permasalah dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh Pada Mata Pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika”.

B.  Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.    Faktor motivasi merupakan penyebab dari menurunnya keberhasilan siswa dalam belajar Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika
2.    Faktor ketersedianan alat mempengaruhi kelancaran dan keberlangsungan proses belajar mengajar terutam dalam praktek
3.    Lingkungan belajar merupakan penyebab menurunnya kosentrasi dan keseriusan peserta didik dalam belajar sehingga mempengaruhi hasil belajar peserta didik  dalam belajar Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika

C.  Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya faktor yang menyebabkan hasil belajar kurang baik yang telah diungkapkan dalam identifikasi masalah dan agar penulisan studi kasus ini lebih terarah, maka penulis membatasi permasalah yang akan dibahas hanya pada Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Memberikan Motivasi Belajar di Kelas X TPTL2 Pada  Mata Pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika
D.  Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sejauhmana motivasi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh pada mata pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika.

E.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan dari studi kasus ini dalah untuk mengetahui sejauhmana motivasi dapat memperngaruhi hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh pada mata pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika.

F.   Kegunaan Penulisan
Kegunaan dari penulisan studi kasus ini adalah sebagai berikut:
1.    Sebagai bekal ilmu pengetahuan bagi penulis.
2.    Sebagai salah satu perlengkapan bahan laporan pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan Kependidikan
3.    Sebagai bahan masukan bagi guru mata diklat produktif agar bisa memotivasi peserta diklat dalam kegiatan pembelajaran sehingga terjadi interaksi antara guru dengan peserta diklat
4.    Peserta didik termotivasi dalam belajar
5.    Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah agar lebih memperhatikan faktor pengembangan motivasi.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Motivasi Belajar
Istilah motivasi sering disamakan artinya dengan motif yang berarti kemampuan individu yang mendasari setiap lingkungannya, sehingga dapat dikatakan motivasi merupakan faktor penentu yang akan mendorong dan mengarahkan perilaku individu. Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang berarti bergerak atau menggerakkan sedangkan motif` adalah titik tolak.
Motivasi dalam belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakkann peserta didik untuk belajar, tetapi sebagai suatu yang mengarahkan efektifitas peserta didik kepada tujuan belajar.
Menurut Elida Prayitno (1989) mengatakan bahwa “motivasi sebagai suatu energi penggerak, penyearah dan memperkuat tingkah laku” keterlibatan dan aktifitas yang tinggi dalam belajar peserta didik, baru akan mencapai kepuasan kalau ia dapat memecahkan masalah belajar yang dihadapinya.
Kegiatan belajar sering berlangsung dalam keadaan tidak didasari oleh motivasi intrinsic, tidak timbulnya motivasi intrinsik dapat pula disebabkan pula oleh ketidak matangan intelaktual,emosional dan sosial siswa. Oleh karena itu, untuk membangun motivasi intrinsic dalam belajar, kematangan intelektual, emosional dan social perlu diperhatikan.
Motivasi yang keberadaannya karena pengaruh rangsangan dari luar bukan merupakan perasaan atau keinginan yang sebenarnya ada dalam diri masing-masing peserta didik untuk belajar. Rumusan yang lebih baru menegaskan bahwa motivasi dinamakan demikian karena tujuan utama individu melakukan kegiatan adalah untuk mencapai tujuan yang teletak di luar aktifitas belajar itu sendiri, atau mendapat ijazah dan untuk memenuhi perintah guru. Di dalam belajar peserta didik yang didorong motivasi ekstrinsik selalu mengharapkan persetujuan guru untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang sedang atau yang dikerjakan itu benar.
Menurut peneliti Phil Louter (1988) di dalam kelas banyak sekali peserta didik yang dorongan belajarnya adalah motivasi ekstrinsik, mereka memerlukan perhatian dan pengarahan yang khusus dari guru. Seringkali jika mereka tidak menerima umpan balik yang baik berkenaan dengan hasil pekerjaan mereka dan tidak diberikan tepat pada waktunya, maka kerja mereka akan lamban. Phil menegaskan bahwa peserta didik seperti ini tergantung pada keharusan-keharusan yang oleh guru untuk mendorong mereka  dalam belajar atau mengerjakan tugas-tugas.
Sebagai bukti bahwa motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsic, dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, jika seseorang menjadi beminat dan ingin melakukan sesuat atas kehendak sendiri, namun sebenarnya pada mulanya disebabkan oleh adanya penguatan dari luar, misalnya seseorang yang senang membaca atau bermain piano, karena sebelumnya didalam perkembangannya ia telah mendapatkan pujian atau perasaan disetujui oleh kedua orang tuanya yang merupakan penguatan tingkah laku membaca atau bermain piano tersebut. Di samping itu perlu pula diingat bahwa motivasi ekstrinsik dapat melemahkan motivasi intrinsik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa menurut Mudjiono (2002:97) adalah:
1.    Guru
Guru yang melaksanakan tugas pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi motivasi siswa didiknya melalui pemberian contoh dan sikap guru dalam belajar.
2.    Siswa
Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri adalah kemampuan intelegensi, bakat khusus dan keluarga.
Kemudian menurut Hakim (2000:31) Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar terdiri dari 2:
a.    Secara intrinsik adalah dorongan yang timbul dari dalam diri yaitu diri siswa itu sendiri
b.    Secara ekstrinsik adalah dorongan yang timbul dari luar diri siswa yaitu dorongan dari guru, orang tua, teman sebaya (kelompok sebaya) dan lain-lain.
 Grillerman dalam Zulkasli (2004:16) berpendapat bahwa motivasi berprestasi membuat orang cenderung menuntut dirinya berusaha lebih keras . Orang seperti ini akan berusaha bekerja dengan baik, maka siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terdorong menjadi lebih baik dalam belajar.
Salah satu psikologis manusia adalah berjuang untuk mencapai standar terbaik untuk kesuksesan ini lah yang disebut dengan motivasi berprestasi. Sementara Mc Clelland dalam Diniaty (2001:24) mengatakan bahwa motivasi berprestasi sebagai suatu kebutuhan merupakan dorongan untuk berbuat sesuatu secara baik bukan karena ingin terkenal atau mendapatkan prestise tetapi untuk mencapai keberhasilan diri, sukses dalam kompetisi dengan standar terbaik.
Selanjutnya Heckhausen dalam Harditono (1979:17) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai hasil interaksi antara motif spesifik seseorang dan lingkungan dalam persaingan dengan standar yang terbaik. Kemudian Heckhausen menekankan motivasi berprestasi sebagai suatu perjuangan meningkatkan setinggi mungkin kemampuan yang dimiliki seseorang dalam segala aktivitas dengan standar terbaik, yang hasilnya bisa sukses atau gagal.
Adapun standar terbaik yang dicapai pada masing-masing motivasi berprestasi berbeda-beda. Heckhausen dalam Harditono (1979:17) membedakan atas tiga bentuk, yaitu standar terbaik dalam penyelesaian tugas, membandingkan diri sendiri dan membandingkan dengan prestasi orang lain seperti dalam perlombaan. Tiga aspek tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Pada dasarnya setiap orang memiliki motivasi berprestasi. Begitu juga dengan siswa yang mengikuti proses belajar di Sekolah. Dalam belajar siswa bertingkah laku ingin lebih baik sebagaimana ia dinilai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Segala kegiatan belajar yang diikuti siswa di Sekolah menuntutnya harus mengerjakan dengan sebaik-baiknya karena ada penilaian yang diberikan guru sebagai hasil belajarnya berupa angka.
Menurut Sardiman (1990:81) ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar adalah:
a.    Tekun menghadapi tugas-tugas yang diberikan
b.    Ulet dalam mengatasi kesulitan (tidak cepat putus asa)
c.    Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
d.   Lebih senang bekerja sendiri
e.    Tidak cepat bosan pada tugas-tugas rutin
f.     Dapat mempertahankan pendapatnya

Kemudian menurut Abu dan Widodo (1990:64) ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar adalah:
a.    Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi
b.    Keinginan semangat belajar yang tinggi
c.    Tidak membuang-buang waktu
d.   Memperhitungkan peluang dan resiko secara cermat
e.    Mempunyai sikap yang berorientasi
f.     Akan bekerja dengan giat apabila diberikan umpan balik
g.    Memiliki rasa tanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan

Secara umum karakteristik siswa yang bermotivasi belajar tinggi dalam belajar yang telah dikemukakan para ahli di atas memiliki Persamaan. Siswa bermotivasi berprestasi dalam belajar selalu berorientasi tugas dan masa depan, mempunyai keinginan yang kuat, untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas belajar, tidak suka membuang-buang waktu, senang mengerjakan tugas belajar pada tingkat kesulitan menengah kegiatan untuk mendapatkan balikan atau penilaian terhadap tugas-tugas belajar yang dikerjakannya Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan cenderung melaksanakan belajar semaksimal mungkin untuk meraih prestasi tinggi.

B.  Upaya Menimbulkan Motivasi
Ada beberapa cara atau upaya yang sering digunakan guru untuk merangsang motivasi belajar peserta didik dalam belajar yang merupakan dorongan. Sehubungan dengan pemeliharaan dan peningkatan motivasi siswa, menurut DeCecco & Grawford (1974) mengajukan 4 fungsi pengajar, yaitu:
1.    Belajar dapat menggairahkan siswa
Untuk meningkatkan  kegairahan siswa, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup untuk membimbing siswanya agar siswa mempunyai motivasi untuk belajar.
2.    Memberikan harapan realistis
Guru harus memelihara harapan-harapan yang realistis, dan memodifikasi harapan yang kurang atau tidak realistis.
3.    Memberikan Insentif
Bila siswa mengalami keberhasilan, pengajar memberikan pujian pada siswa atas keberhasilannya, sehingga siwa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran.
4.    Mengarahkan
Pengajar harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukkan pada siswa hal-hal yang baik dilakukan.
Belajar sesuai dengan kecakapan diri, cara sendiri dan sifat-sifat yang lain yang bermanfaat untuk mencapai tujuan belajar/untuk belajar yang lain pada umumnya.

C.  Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses aktifitas. Setiap individu akan mengalami proses perubahan tingkah laku bila dilaksanakan kegiatan belajar. Perubahan tingkah laku ini relatif permanen dan terjadi akibat latihan dan pengalaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1989:21) bahwa “belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan”.
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu. Sehingga tingkah lakunya berkembang. Suatu aktifitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah proses dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratife dengan menggunakan berbagai bentuk kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.

D.  Aktifitas dan Jenis-Jenis Aktifitas Belajar
Aktifitas belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peserta diklat dan guru dalam rangka proses pembelajaran yang mana keaktifan dilakukan oleh kedua belah pihak. Peserta diklat yang aktif terlihat dari tingkat keikutsertaannya dalam proses pembelajaran. Apakah itu memperhatikan, mencatat, dan lain sebagainya. Guru yang aktif terlihat dari tingkat penguasaan lokal, penguasaan metode pembelajaran dan lain sebagainya yang nantinya keaktifan guru bisa mengaktifkan peserta diklatnya. Adapun jenis-jenis aktifitas belajar itu dapat kita jabarkan sebagai berikut:
1.    Visual Aktifities
Kegiatan yang dilakukan oleh peserta diklat dengan melihat langsung akan kegiatan pembelajaran. Diharapkan peserta diklat bukan saja melihat langsung tapi memperhatikan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.


2.    Oral Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat dengan berbicara, diharapkan peserta diklat dapat aktif bertanya akan materi yang belum dikuasainya dan juga mau menyampaikan pengetahuan yang dikuasainya yang berkaitan dengan materi pelajaran.
3.    Listening Aktifiteis
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat dengan mendengarkan perkataan/materi dari guru yang mengajar. Dengan mendengarkan, diharapkan peserta diklat dapat mengembangkan penguasaannya akan materi dan juga dapat menangkap materi yang disampaikan guru.
4.    Writing Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat dengan menulis, apakah mencatat materi pelajaran, membuat tugas dan menulis kesimpulan dan lain-lain. Dengan menulis diharapkan peserta diklat mampu memiliki pegangan akan materi yang telah berlalu, sehingga dapat digunakan lagi untuk dibaca nantinya.
5.    Reading Aktifities
Kegiatan yang dilakukan peserta diklat dengan membaca, apakah itu membaca buku catatan, buku sumber dan bahan-bahan lain yang memiliki hubungan dengan materi pelajaran.
6.    Emosional Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang berhubungan dengan emosional atau sifat. Peserta diklat yang emosionalnya tinggi akan berusaha untuk menguasai materi dengan berbagai cara, sedangkan yang emosionalnya rendah akan cenderung menerima apa adanya saja.
7.    Motor Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang dilakukan dengan bergerak, peserta diklat yang motor aktifitiesnya tinggi akan melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk menguasai materi sedangkan peserta diklat yang motor aktifitiesnya rendah cenderung untuk berdiam diri saja.
8.    Drawing Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang dilakukan dengan menggambar, khusus untuk materi yang berkaitan dengan gambar.
9.    Mental Aktifities
Kegiatan peserta diklat yang berhubungan dengan mental, peserta diklat yang mentalnya tinggi tidak akan cepat menyerah akan kegagalan yang dihadapinya dan juga tidak akan cepat menyerah akan kendala yang ditemuinya selama proses pembelajaran.

E.  Metode-Metode Mengajar
Untuk membangkitkan dan meningkatkan keaktifan peserta diklat sangat perlu diperhatikan metode pengajaran yang diterapkan oleh guru. Keragaman peserta diklat dalam suatu kelas menuntut guru untuk tidak terlalu kaku dengan metode yang dipakai. Untuk itu guru harus mampu menguasai lebih dari satu metode pengajaran sehingga nantinya guru mampu merubah dan menyesuaikan metode pelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Adapun metode-metode mengajar yang perlu dikuasai guru adalah antara lain:

1.    Metode Ceramah
Metode ceramah menuntut guru harus mampu berbicara dengan baik dan jelas sehingga peserta diklat mampu menangkap materi yang disampaikan dengan baik.
2.    Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah metode untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta diklat. Setelah materi disampaikan diharapkan guru bertanya kepada peserta diklat atau memberikan kesempatan kepada peserta diklat untuk bertanya tentang materi yang baru disampaikan.
3.    Metode Diskusi
Dalam metode diskusi ini guru berusaha untuk memancing peserta diklat mengeluarkan atau menyampaikan pengetahuan atau pendapat yang dimiliki baik secara kelompok ataupun secara pribadi tentang materi pelajaran yang dipelajari. Pada metode ini guru hanya berperan sebagai pengelola atau fasilitator sedangkan kesimpulan diserahkan kepada peserta diklat.
4.    Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Dalam metode ini guru dituntut untuk mendemonstrasikan atau mempraktekkan materi yang dirasakan perlu, dan nantinya peserta diklat juga diminta untuk melakukan praktek yang sama.
5.    Metode Pemberian Tugas
Pada metode ini guru memberikan tugas untuk dikerjakan oleh peserta diklat. Dengan memberikan tugas diharapkan peserta diklat tidak hanya menerima dari guru tetapi juga berusaha belajar mandiri.
BAB III
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Masalah
Masalah adalah suatu kendala yang menghambat tercapainya tujuan yang diinginkan atau dengan kata lain masalah adalah perbedaan antara keinginan dengan kenyataan. Masalah akan sering kita jumpai dan harus dihadapi. Untuk itu guru (pendidik) harus benar-benar memperhatikan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baku biasanya menemuikan banyak permasalahan. Dimana permasalahan-permasalahan tersebut harus dianalisis oleh guru (pendidik) dan dilakukan penanggulangannya atau alternatif pemecahan permasalahan. Sehingga dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai.

B.  Metode Mengungkapkan Masalah
Adapun metode yang penulis gunakan untuk mengungkapkan permasalahan Belajar Peserta Diklat Kelas X TPTL2 SMKN 2 Payakumbuh pada mata pelajaran menguasai alat ukur listrik dan elektronika antara lain:
1.    Observasi atau Pengamatan Langsung
Didalam proses pembelajaran, penulis selalu berusaha untuk mengamati proses yang terjadi. Selain itu, penulis juga berusaha menemukan permasalahan atau kendala-kendala yang sering dihadapi oleh peserta diklat. 
2.    Melalui Wawancara
Setelah proses pembelajaran, penulis juga melakukan pendekatan pada peserta diklat baik secara individu ataupun secara berkelompok. Hal ini penulis lakukan untuk mengetahui proses pembelajaran yang telah berlangsung serta permasalahan-permasalahan yang dirasakan. Dari wawancara tersebut penulis memperoleh suatu gambaran atau informasi tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta diklat tersebut.

C.  Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Masalah Serta Akibatnya
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan dengan peserta diklat maka dapat dirumuskan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah, yakni:
1.    Sarana dan prasarana yang tersedia belum memungkinkan peserta diklat belajar dengan maksimal
Rendahnya motivasi belajar peserta diklat terutama dalam melakukan praktikum. Hal ini disebabkan karena peralatan yang tersedia belum memungkinkan peserta diklat untuk melakukan praktikum semaksimal mungkin sehingga peserta diklat kurang serius serta didalam melakukan kegiatan praktikum banyak yang bermain-main. Selain itu, kurang berfungsinya alat praktek di labor yang mungkin disebabkan karena adanya kerusakan pada alat tersebut seperti faktor usia atau kesalahan pemakaian (Human Error) sehingga alat praktek tersebut menjadi tidak efektif  lagi untuk digunakan di dalam praktikum. Hal ini akan menyebabkan peserta diklat enggan atau malas untuk praktikum. Kekurangan sarana dan prasarana di dalam kegiatan praktikum memungkinkan peserta diklat untuk banyak bermain disaat kegiatan praktikum.


2.    Jarangnya peserta diklat yang memiliki buku sumber
Buku sumber adalah bahan informasi yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap peserta diklat yang akan digunakan sebagai bahan penunjang di dalam proses pembelajaran. Dengan tidak adanya peserta diklat yang memiliki literatur atau buku sumber maka pengajaran hanya terpusat pada apa yang diajarkan oleh guru (pendidik) dan peserta diklat pun akan merasa kesulitan di dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru (pendidik).
3.    Kebiasaan peserta diklat yang sering berbicara di lokal pada saat proses pembelajaran
Salah satu yang menjadi penyebab rendahnya motivasi peserta diklat dalam proses pembelajaran di kelas ditandai dengan kebiasaan peserta diklat yang sering berbicara dengan peserta diklat yang lain di dalam proses pembelajaran sewaktu guru (pendidik) / penulis menerangkan. Hal ini akan dapat menyebabkan suasana kelas tidak kondusif sehingga materi yang disampaikan tidak akan terserap dengan baik oleh peserta didik yang bersangkutan. Keadaan ini terjadi karena:
a.    Peserta diklat tersebut menganggap enteng materi yang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis.
b.    Tidak adanya keinginan untuk belajar dari peserta diklat tersebut.
c.    Terpengaruhnya peserta diklat tersebut terhadap peserta diklat yang lain.
d.   Disisi lain kemungkinan guru (pendidik) kurang menguasai materi yang disampaikan.

4.    Rendahnya minat baca dari peserta diklat
Rendahnya motivasi peserta diklat untuk belajar yang juga menyebabkan penurunan keaktifan peserta diklat adalah minat baca peserta diklat yang kurang. Hal ini diketahui setelah penulis menanyakan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya, dan banyak dari peserta diklat yang tidak bisa menjawab pertanyaan dikarenakan peserta diklat tersebut tidak mengulangi kembali atau membaca kembali materi pelajaran yang telah diberikan baik di rumah maupun di sekolah. Keadaan seperti hal diatas mungkin terjadi karena:
a.    Peserta diklat tersebut menganggap enteng materi yang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis.
b.    Tidak adanya keinginan untuk belajar dari peserta diklat tersebut.
c.    Terpengaruhnya peserta diklat tersebut terhadap peserta diklat yang lain.
d.    Disisi lain kemungkinan guru (pendidik) kurang menguasai materi yang disampaikan.
5.    Kebiasaan peserta diklat keluar masuk sewaktu proses pembelajaran
Penyebab masalah yang lainnya yakni kebiasaan peserta diklat yang keluar masuk sewaktu proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya konsentrasi guru (pengajar) / penulis dalam mengajar atau memberikan materi dan juga peserta diklat yang lain didalam mengikuti pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru (pendidik) serta dapat berpengaruh terhadap peserta diklat yang lain untuk keluar. Dari permasalahan diatas, mungkin disebabkan oleh:

a.    Peserta diklat tersebut ingin kebelakang (buang air)
b.    Peserta diklat tersebut kekantin karena ingin makan, hal ini dikarenakan peserta diklat tersebut belum sempat untuk sarapan pagi.
c.    Peserta diklat tersebut tidak suka dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru (pendidik) / penulis atau tidak punya keinginan untuk belajar.
d.   Peserta diklat tersebut ingin bermain-main di luar.
e.    Peserta diklat tersebut pergi untuk mengumpulkan tugas-tugas yang belum dikumpulkan pada kompetensi yang lain.
6.    Saat diberikan tugas mandiri (mengerjaka soal latihan didepan kelas) untuk peserta didik yang kurang mampu, mereka menunggu jawaban dari rekan-rekannya

D.  Pemecahan Masalah
Ada beberapa upaya atau cara yang sering digunakan guru (pendidik) untuk merangsang motivasi peserta diklat dalam proses pembelajaran. Diantaranya adalah memberikan penghargaan, persaingan atau kompetisi, hadiah dan hukuman, serta pemberitahuan tentang kemajuan peserta diklat. Namun pada pembahasan studi kasus ini terdapat beberapa cara yang akan penulis tempuh untuk meningkatkan motivasi yang akan mendorong peserta diklat didalam proses pembelajaran. Adapaun cara-cara penulis tempuh antara lain:
1.    Memberikan pengarahan kepada peserta diklat tentang keadaan saat ini yang menyebabkan kurangnya perlengkapan untuk praktikum/teori sehingga dengan demikian diharapkan bahwa peserta diklat tidak berpikiran negatif terhadap sekolah.
2.    Memberikan pengarahan kepada peserta diklat tentang cara-cara penggunaan peralatan praktikum yang benar, sehingga kemungkinan rusaknya peralatan atau perlengkapan tersebut dapat dicegah.
3.    Memberikan jobsheet dengan cara mempraktekkan jobsheet tersebut. Mewajibkan kepada peserta diklat untuk mempunyai buku pegangan dalam proses pembelajaran, kalaupun tidak bisa membeli disarankan untuk mengkopi punya teman atau guru yang bersangkutan disamping untuk meningkatkan minat baca peserta diklat.
4.    Memberikan tes atau kuis sebelum kompetensi dimulai sehingga peserta diklat mau membaca dan belajar dirumah, memberikan pengarahan kepada peserta diklat akan pentingnya membaca dan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan membaca tersebut.
5.    Memberikan tugas atau pekerjaan rumah (PR).
6.    Memberikan teguran kepada peserta diklat yang suka ribut di kelas, apabila tidak mengindahkan peringatan yang diberikan sampai tiga kali peserta diklat tersebut disuruh belajar di luar.
7.    Peserta diklat tidak diperbolehkan keluar kelas sewaktu proses pembelajaran berlangsung, mengatur peserta diklat keluar masuk kelas dengan cara bergantian.
8.    Memberikan teguran kepada peserta diklat yang sering keluar masuk kelas sewaktu proses pembelajaran berlangsung.
9.    Melakukan pengamatan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan disela-sela penyampaian materi sehingga dapat diketahui peserta didik yang belum menguasai materi. Bagi peserta tersebut diberikan bimbingan belajar khusus.
       Dari solusi yang diberikan penulis kepada peserta diklat yang bermasalah tersebut, mungkin akan bisa membantu peserta diklat agar termotivasi lebih baik dalam belajar nantinya sehingga proses dan tujuan dari program diklat dapat tercapai.


















BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Dari uraian laporan studi kasus di atas, maka dapat penulis ambil kesimpulan yaitu:
1.    Hasil belajar siswa kelas X TPTL2 SMK Negeri 2 Payakumbuh pada mata pelajaran Menguasai Alat Ukur Listrik dan Elektronika meningkat dengan memberikan motivasi belajar, dengan cara mengharuskan setiap siswa menguasai materi, pengamatan dan bimbingan secara pribadi serta mengharuskan memiliki modul
2.    Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik sangatlah diperlukan sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.

B.  Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada kesempatan ini  antara lain, sebagai berikut :
1.    Perlu diperhatikan motivasi belajar siswa dalam melaksanakan proses belajar mengajar (PBM), sehingga mendapat nilai belajar yang baik.
2.    Memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta diklat tersebut tentang pentingnya belajar dan dampak yang ditimbulkan bila malas belajar.
3.    Guru (pendidik) harus bisa melakukan berbagai cara atau pendekatan untuk penggulangan permasalahan yang dialami oleh peserta diklat.
4.    Interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik lebih ditingkatkan lagi.
5.    Guru (pendidik) harus menguasai materi yang akan diajarkan.
6.    Diharapkan kesediaan dari pihak sekolah untuk dapat memperbaiki peralatan atau alat penunjang praktikum yang rusak atau melengkapi peralatan di labor (bengkel).
7.    Meningkatkan disiplin sekolah.




















DAFTAR PUSTAKA


Alipandie, I. (1984). Didaktik Metodik Pengajaran Umum. Surabaya: Usaha Nasional.

Amin, Muhammad. 1988. Pedoman Laboratorium dan Petunjuk Pratikum. Jakarta: P2LPTK.

Bahri, Syaiful. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdikbud. (1984). Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengayaan Remedial. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mudjiono. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Partowisastro. (1986). Diagnostik dan Kesulitan Belajar. Jakarta: Erlangga.

Roestiyah, NK. 1988. Strategi Belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Slameto. 1995.  Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sudjana, Nana. 1990. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Jaya

Suparman, M. Atwi. (2001). Garis-Garis Besar Program Pengajaran dan Satuan Acara Pengajaran (GBPP & SAP). Jakarta Universitas terbuka.

Surakhmad, Winarno. (1986). Pengajar Interaksi Mengajar Belajar. Edisi Ke Lima. Bandung: Tarsito.

1 komentar: